"KETERLAMBATAN
BICARA YANG HARUS DIWASPADAI"
Beberapa waktu terakhir seorang ibu dilanda kecemasan. Si Upik putri
kesayangan yang berusia 15 bulan belum dapat mengucapkan sepatah katapun.
Sebagian besar orang di sekitarnya menghibur, sabar atau ditunggu nanti khan
lama-lama bisa sendiri. Tapi ternyata setelah usia 2 tahun, si Upik divonis
autis oleh seorang dokter.
Penyebab keterlambatan bicara sangat banyak dan
bervariasi. Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat. Ada yang bisa membaik setelah usia tertentu
ada juga yang sulit untuk membaik, seperti kasus penyakit autis di atas.
Penyebab keterlambatan bicara bisa
terjadi gangguan mulai dari proses pendengaran,
penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Terdapat 3 penyebab utama keterlambatan bicara diantaranya
adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi.
Keterlambatan maturasi sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional,
termasuk gangguan yang paling ringan dan saat usia tertentu akan membaik. Penyebab lain yang relatif jarang adalah
kelainan organ bicara, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif,
afasia reseptif dan deprivasi lingkungan.
Deprivasi lingkungan bisa disebabkan karena lingkungan sepi, dua bahasa,
status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua.
Semakin dini mendeteksi
keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut
Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan
stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini
keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam
penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga,
dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak
tersebut. Sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bisa mengenali apakah
keterlambatan bicara anak kita merupakan sesuatu yang fungsional atau yang
nonfungsional.
PROSES FISIOLOGIS BICARA
Menurut beberapa ahli
komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral
(mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk
mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa
sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur
bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan
struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.
Terdapat 2 hal proses
terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi
pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang
didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat
untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk
pengeluaran suara.
Di dalam otak terdapat 3 pusat
yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus
penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat
ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada
di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.
Kedua pusat bahasa reseptif
tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi
auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang
berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang
mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan
bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa ekspresif. Ketiga pusat
tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan
maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar
kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan
diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam.
Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang
disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan
oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick.
Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan
dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang
mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran
vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru,
sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit).
Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan
sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.
KETERLAMBATAN BICARA FUNGSIONAL
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab
yang cukup sering dialami oleh sebagian
anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan
maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan
ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf
pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering
tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan
keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan
bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian
yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia
sekolah normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya
fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak
dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam
fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis,
gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.
Keterlambatan
bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan
alergi terutama gangguan kulit dan saluran cerna. Gangguan saluran cerna adalah
gejala berulang dari perut kembung, sering buang angin, muntah, kesulitan buang air besar, Kesulitan
BAB ditandai dengan buang air besar ”ngeden”,
tidak setiap hari, kotoran berbau, warna hitam atau hijau tua, berbentuk keras,
bulat seperti kotoran kambing, pernah
ada riwayat berak darah. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur
bertambah banyak atau mulut berbau Gangguan kulit adalah timbul bintik-bintik kemerahan seperti
digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu)
di wajah atau di bagian badan lainnya. Seringkali disertai gangguan tidur
malam, dengan ditandai sering gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa,
menangis dalam tidur, malam terbangun, brushing (gigi gemeretak) dan
sebagainya.
CARA MEMBEDAKAN BERBAGAI
KETERLAMBATAN BICARA
Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif,
kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan,
dapat diperkirakan penyebab kesulitan berbicara.
Tabel 1. Diagnosis banding
beberapa penyebab keterlambatan berbahasa dan bicara
Diagnosis
|
Bahasa reseptif
|
Bahasa ekspresif
|
Kemampuan
pemecahan masalah visuo-motor
|
Pola perkembangan
|
Keterlambatan fungsional
|
normal
|
Kurang normal
|
Normal
|
Hanya ekspresif yang terganggu
|
Gangguan pendengaran
|
Kurang normal
|
Kurang normal
|
normal
|
Disosiasi
|
Redartasi mental
|
Kurang normal
|
Kurang normal
|
Kurang normal
|
Keterlambatan global
|
Gangguan komunikasi sentral
|
Kurang normal
|
Kurang normal
|
normal
|
Disosiasi, deviansi
|
Kesulitan belajar
|
normal,
kurang normal
|
Normal
|
normal,
kurang normal
|
Disosiasi
|
Autis
|
Kurang normal
|
normal,
kurang normal
|
Tampaknya normal, normal,
selalu lebih baik dari bahasa
|
Deviansi, disosiasi
|
Mutisme elektif
|
normal
|
Normal
|
normal,
kurang normal
|
|
Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional
harus memahami manifestasi klnis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk
memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan
gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara
nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan
masalah visuo-motor dan keterlambatan
perkembangan,
Dicurigai keterlambatan bicara
nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti
wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak,
kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan
anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis
lainnya.
Ciri lain keterlambatan bicara
nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan
dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau
tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.Tanda lainnya tidak
ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15
bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan
Tabel 2. Tampilan klinis
keterlambatan bicara yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara
nonfungsional
4 – 6 BULAN
|
* Tidak menirukan
suara yang dikeluarkan orang tuanya;
* Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
|
8 – 10 BULAN
|
* Usia 8 bulan
tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
* Usia 10 bulan,
belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
* 9-10 bln, tidak
memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
|
12 – 15 BULAN
|
* 12 bulan, belum
menunjukkan mimik;
* 12 bulan, belum
mampu mengeluarkan suara;
*
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;
Tidak ada kontak mata dengan orang lain.
* 15 bulan, belum
mampu memahami arti "tidak boleh" atau "daag";
* 15 bulan, tidak
memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
* 15 bulan, belum
dapat mengucapkan 1-3 kata;
|
18 – 24 BULAN
|
* 18 bulan, belum
dapat mengucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik
perhatian;
* 18-20 bulan,
tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik dan lama
* 21 bulan, belum
dapat mengikuti perintah sederhana;
* 24 bulan, belum
mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
*
24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan
telepon;
* 24 bulan, belum
dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;
* 24 bulan, tidak
mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya
|
30 – 36 BULAN
|
* 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh
anggota keluarga;
* 36 bulan, tidak
menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang
lain selain anggota keluarga;
|
3 – 4 TAHUN
|
* 3 tahun, tidak
mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat
bermain dengan sesamanya;
* 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan
kata seperti "ayah" diucapkan "aya";
* 4 tahun, masih
gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.
|
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keterlambatan
bicara fungsional biasanya tidak memerlukan penanganan secara khusus.
Keterlambatan bicara golongan ini biasanya akan membaik setelah usia 2
tahun. Meskipun penyebabnya bukan karena
kurang stimulasi, tetapi keadaan ini memerlukan stimulasi yang lebih
dibandingkan anak yang normal. Stimulasi yang lebih ini tidak harus melalui
terapi bicara oleh seorang terapis yang memerlukan dana dan waktu yang tidak
sedikit. Meskipun terapi bicara juga tidak merugikan bagi anak. Pada anak
normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi
kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir. Bahkan bisa juga dilakukan stimulasi
sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara
dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas
komunikasinya.
Pada keterlambatan bicara
nonfungsional harus dilakukan stimulasi dan intervensi sejak dini secara khusus
oleh tenaga profesional sesuai penyebabnya. Semakin dini upaya tersebut
dilakukan akan meningkatkan keberhasilan penanganan keterlambatan bicara tersebut. Gangguan
keterlambatan nonfungsional perlu dilakukan pendekatan secara multi disiplin
ilmu. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan
penyebab kelainan tersebut. Multi disiplin ilmu yang terlibat adalah dokter
anak dengan minat tumbuh kembang anak, neurologi anak, gastroenterologi anak,
alergi anak, psikolog anak, psikiater anak, rehabilitasi medik, serta klinisi
atau praktisi lainnya yang berkaitan.
PENUTUP
Keterlambatan bicara
karena gangguan fungsional atau karena imaturitas fungsi bicara pada anak
sering dijumpai. Kelainan ini biasanya tidak berbahaya, akan membaik pada usia
tertentu dan biasanya tidak memerlukan terapi khusus. Sebaliknya, keterlambatan
bicara nonfungsional harus dilakukan intervensi dan terapi sejak dini.
Penaganan dini tersebut dapat mengurangi gangguan dan memperbaiki prognosis. Klinisi dan orang tua harus dapat
membedakan dengan keterlambatan bicara fungsional dan nonfungsional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar